Eko Gagak (Aktivis'98) - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah (Presiden) telah resmi menetapkan revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi Undang-Undang melalui Sidang Paripurna di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis 20/3/2025. Revisi Undang-Undang (RUU) TNI menambah tugas TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) antara lain mengatasi masalah narkoba, menanggulangi ancaman siber, terorisme, melindungi kepentingan nasional diluar negeri, penanggulangan bencana dan dinamika geopolitik internasional.
Poin-poin perubahan UU TNI yang paling menjadi sorotan atau kontroversial adalah di Pasal 47 terkait jabatan TNI aktif di Kementerian/Lembaga sipil antara lain membuka peluang bagi prajurit aktif untuk menduduki jabatan sipil diberbagai Kementerian/Lembaga berpotensi mengancam demokrasi supremasi sipil dan dianggap bertentangan dengan prinsip pembentukan perundang-undangan.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan membuka peluang kembali militerisme dan Dwifungsi ABRI era Orde Baru yang menjadi trauma kolektif masyarakat Indonesia serta mengacaukan tatanan demokrasi.
Praktik Dwifungsi ABRI di era 1990-an, ABRI memegang peranan kunci di sektor pemerintahan mulai dari Bupati, Wali Kota, Pemerintah provinsi, Duta Besar, Peradilan hingga Menteri. Selama Orde Baru, Koramil, Kodim, Korem dan Babinsa telah terlibat dalam politik praktis untuk menggalang kekuatan dalam Pemilu, pencalonan Bupati, Camat atau Kepala Desa.
Penempatan Prajurit TNI di jabatan sipil dapat menimbulkan persaingan dengan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang berpotensi mengurangi kesempatan karier bagi masyarakat sipil. Selain itu, ada kekhawatiran dapat mempengaruhi efisiensi birokrasi dan iklim investasi di Indonesia. Meskipun terdapat penolakan dari berbagai pihak dan sejumlah aksi demonstrasi yang terjadi di daerah-daerah terhadap RUU TNI, Pemerintah dan DPR tetap melanjutkan proses pengesahan UU TNI.
Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), memprotes pembahasan tertutup Revisi UU TNI antara DPR dan Pemerintah menerobos masuk ke ruang rapat berlangsung di sebuah Hotel Bintang Lima di Senayan, Jakarta, pada Sabtu (15/03/2025). Pembahasan tidak sesuai dengan komitmen terhadap transparansi dan partisipasi publik. Saat ini, prajurit TNI atau militer aktif dilibatkan dalam Pengamanan Objek Strategis Nasional atau Proyek Strategis Nasional.
Sejumlah kelompok masyarakat sipil menyiapkan bukti-bukti formil untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) setelah UU TNI disahkan. Mereka berharap proses ini dapat mengembalikan prinsip supremasi sipil dan memastikan bahwa peran TNI tetap sesuai dengan koridor demokrasi.
Implikasi revisi UU TNI membawa perubahan yang cukup besar antara militer dan institusi sipil memerlukan pengawasan yang ketat agar prinsip supremasi sipil dalam demokrasi tidak tergerus. Berdasarkan isi revisi UU TNI belum terbukti isu mengenai Dwifungsi seperti masa Orde Baru, TNI tetap tidak mempunyai Hak politik, TNI aktif harus mundur atau pensiun jika mengisi jabatan di Kementerian/Lembaga sipil.
Artikel : Eko Gagak
dibaca
Posting Komentar